Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan menggelar aksi unjuk rasa di depan Mapolres Pohuwato dengan mengusung isu krusial terkait maraknya praktik tambang ilegal yang tak kunjung ditindak tegas, Selasa (05/08/2025).
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyerukan kekecewaan terhadap Kapolres Pohuwato yang dinilai gagal dalam menegakkan hukum, khususnya terhadap praktik pertambangan tanpa izin (PETI) yang masih berlangsung di sejumlah wilayah, salah satunya di desa Teratai dan Bulangita, Kabupaten Pohuwato.
Aksi tersebut turut diwarnai dengan simbolik “rapor merah” dan “kartu merah” sebagai bentuk mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Kapolres Pohuwato.
“Aksi hari ini adalah bentuk kekecewaan kami terhadap Kapolres Pohuwato yang kami nilai gagal dalam penanganan hukum. Jangan-jangan Kapolres hanya menjadi kacung para mafia tambang ilegal,” tegas Fadli selalu Koordinator Lapangan dalam orasinya.
Fadli menambahkan bahwa aktivitas tambang ilegal jelas-jelas melanggar hukum, merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun, menurutnya, aparat penegak hukum justru memilih diam dan menutup mata.
“Aksi seremoni dengan membuang kartu merah adalah simbol kemarahan kami. Kami sudah muak dengan pembiaran yang terus-menerus dilakukan oleh aparat terhadap aktivitas PETI,” tambahnya.
Aliansi juga mengklaim telah mengantongi nama-nama pelaku usaha tambang ilegal, khususnya di wilayah Teratai dan Bulangita. Bahkan, sebelum aksi digelar, mereka mengaku telah menerima data yang menunjukkan bahwa alat-alat berat masih aktif beroperasi di kawasan tersebut, yang dampaknya sangat merusak lingkungan.
“Ini bukan sekadar isu, ini soal keselamatan lingkungan dan masa depan daerah. Jika aparat tak sanggup menegakkan hukum, lebih baik mundur,” tutup Fadli dalam pernyataannya.
Reporter : Resal